Lomba Desain Blog HCPSN 2008 TK Propinsi Jabar

TEMA UMUM :
Puspa dan Satwa Indonesia, Mari kenali lebih dekat !

Sub Tema :

1. Puspa & Satwa Jabar yang terancam punah.

2. Kearifan lokal, model hidup ramah lingkungan.

3. Pendidikan Lingkungan Hidup, mencintai puspa dan satwa sejak dini.

4. Ancaman hilangnya puspa dan satwa Jabar akibat perubahan iklim.

5. Penangkaran, sebuah usaha menjaga keanekaragaman hayati.


Target Kegiatan :
Pembentukan Portal Lingkungan Jawa Barat

Target Peserta :

Umum

Ketentuan Umum Lomba :

1. Lomba terbuka untuk umum.

2. Peserta lomba adalah Warga Negara Indonesia (WNI).

3. Peserta bebas menggunakan hosting-hosting blog gratis: Blogger, Multiply, WordPress, dll., atau menggunakan hosting berbayar.

4. Peserta hanya diperkenankan mendaftarkan 1 (satu) blog saja.

5. Peserta bebas berkreasi untuk mengembangkan tema lomba sejauh tidak dimaksudkan untuk menyerang pribadi, mengeksploitasi pornografi atau memicu konflik SARA.

6. Blog yang memuat hal tersebut diatas (poin 5) dengan sangat menyesal akan kami batalkan keikutsertaannya di lomba ini.

7. Entri blog pemenang lomba sepenuhnya menjadi milik panitia dengan lisensi materi : Creative Common Attribution Share ALike. Blog terpilih akan dikelola menjadi portal lingkungan Jawa Barat.

8. Bagi bloger aktif yang berminat untuk berpartisipasi, posting dimuat dalam satu katagori khusus.

Ketentuan khusus lomba :

1. Blog peserta bersifat terbuka (tidak menyaratkan login terlebih dahulu untuk melihat konten).

2. Isi blog dibatasi hanya pada tema umum dan sub tema lomba saja.

3. Blog memuat minimal 5 artikel dengan atau tanpa gambar/foto.

4. Bahasa yang digunakan sebagai pengantar adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda.

5. Setiap blog wajib memasang banner lomba desain blog Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2008 di blog masing-masing. Banner dapat diambil di halaman ini.

6. Peserta yang mendaftar akan mendapatkan nomor id yang wajib dicantumkan di akhir postingan. Nomor id dapat dilihat di blog bicons.

Dasar Penilaian :

1. Orisinalitas karya.

2. Kesesuaian isi dengan tema lomba.

3. Kebenaran informasi.

4. Desain/Layout blog (kemudahan navigasi, pemasangan widget dll).

Juri :

1. Kepala BPLHD Jabar (Dr.Ir.Setiawan Wangsaatmaja, Dipl.SE,M.Eng).

2. Tim IT BPLHD Jabar (Ahmad Efrizal, WebMaster dan Pakar IT BPLHD Jabar).

3. Wartawan (Deni Yudiawan, Wartawan Harian Umum Pikiran Rakyat).

4. Blogger (Ikhlasul amal, Praktisi IT dan Bloger).

Hadiah :

1. Juara 1 : Rp.1.500.000 + Trophy Gubernur + Sertifikat

2. Juara 2 : Rp. 700.000 + Trophy BPLHD + Sertifikat

3. Juara 3 : Rp. 500.000 + Trophy Bicons + Sertifikat

Pengumuman pemenang kompetisi desain blog ini akan dilakukan pada acara pembukaan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2008 Tingkat Jawa Barat pada tanggal 7 November 2008.

Pendaftaran :

Daftarkan segera weblog anda pada formulir yang disediakan:
Atau via email dengan data sebagai berikut:

Nama Lengkap :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat Lengkap :

No Telepon yang bisa dihubungi :

URL Blog yang dilombakan :

Dikirim ke bicons2000[at]yahoo.com atau datang langsung ke sekretariat bicons di Jl. Paledang no.21 Cibeureum, Bandung.

Peserta wajib mengisi data diri dengan sebenar-benarnya.

Peserta tidak dipungut biaya apapun (gratis)
Pemasangan Banner
Lomba Desain Blog

Lomba Desain Blog

Contoh Pemasangan Banner pada blog anda dengan copy-paste kode berikut: (WAJIB)

Lomba Desain Blog HCPSN 2008 TK Propinsi Jabar

Time schedule Lomba Desain Blog HCPSN 2008 Tingkat Provinsi Jawa Barat

Pendaftaran:

14 September - 14 Oktober 2008 (pukul 24.00 WIB)

Masa Tayang Blog:

15 - 29 Oktober 2008

Penilaian:

30 Oktober - 5 November 2008

Pengumuman pemenang:

7 November 2008 sekaligus ‘Pembukaan Multi Event Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2008 Tingkat Jawa Barat‘

Sumber:

Bird Conservation Society (BICONS)(A019)


spacer

Peta Tematik Kehutanan



* Peta Penyebaran Potensi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan
* Peta Penutupan Lahan / Keadaan Hutan
* Peta Arahan Pencadangan KPHP
* Peta Perbatasan Indonesia-Malaysia
* Peta Deforestasi
* Peta Persebaran Areal HPH


* Peta Persebaran Areal HTI/HPHTI
* Peta Perkebunan dari Pelepasan Kawasan Hutan
* Peta Penunjukan Kawasan Hutan
* Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
* Peta Identifikasi Lokasi Rehabilitasi Hutan & Lahan (RHL)
* Peta Hutan Lindung & Hutan Konservasi
* Peta Hutan Lindung & Konservasi per Lokasi
* Kodefikasi Peta Digital Kehutanan(A019)


spacer

Tata Cara Permohonan Izin Penangkaran

Permohonan izin Lembaga Konservasi diajukan pemohon kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan disampaikan kepada :

1. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),
2. Bupati/Wali Kota setempat,
3. Kepala BKSDA setempat.

Permohonan izin dilengkapi dengan lampiran dokumen, yang terdiri dari :

1. Rekomendasi Bupati/Wali Kota setempat,
2. Rekomendasi Kepala BKSDA setempat,
3. Usulan Proyek/Project Proposal,
4. Berita Acara Persiapan Teknis dari BKSDA setempat,
5. Hasil Studi Lingkungan,
6. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)/Hinder Ordonantie (HO),
7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
8. Akte Pendirian Badan Usaha atau Yayasan, atau Koperasi,
9. Kartu Tanda Penduduk (Identitas Pemohon).


Terhadap rencana areal Lembaga Konservasi yang meliputi 2 (dua) Kabupaten atau lebih di dalam 1 (satu) Propinsi, maka :

1. Tembusan permohonan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat,
2. Permohonan dilengkapi rekomendasi Gubernur setempat.

Terhadap rencana areal Lambaga Konservasi yang meliputi 2 (dua) Kabupaten atau lebih di dalam 2 (dua) Propinsi, maka :

1. Tembusan permohonan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota setempat,
2. Permohonan dilengkapi rekomendasi Gubernur setempat.

Direktur Jenderal PHKA nelakukan penilaian terhadap kelengkapan permohonan izin Lembaga Konservasi. Berdasarkan penilain tersebut, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan saran pertimbangan kepada Menteri Kehutanan. Berdasarkan saran pertimbangan Direktur Jenderal PHKA, Menteri Kehutanan dapat menyetujui atau menolak permohonan tersebut.
Dalam hal permohonan izin :

1. Disetujui, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Menteri Kehutanan, melalui Skretaris Jenderal Departemen Kehutanan untuk dilakukan penelaahan,
2. Ditolak, Direktur Jenderal PHKA atas nama Menteri Kehutanan menyampaikan surat penolakan.

Apabila berdasarkan telaahan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan permohonan telah memenuhi persyaratan, Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Menteri Kehutanan. Apabila hasil telaahan Sekretaris Jenderal menyatakan belum memenuhi persyaratan, Sekretaris Jenderal mengembalikan kepada Direktur Jenderal PHKA.
Izin Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa liar diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Perpanjangan izin diajukan oleh pemegang izin kepada Menteri Kehutanan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum jangka waktu izin Lembaga Konservasi berakhir dengan persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan.

Ketentuan Sanksi
Pemegang izin Lembaga Konservasi yang melanggar ketentuan hak dankewajiban serta ketentuan larangan, dapat dikenakan sanksi berupa :

1. Penghentian sementara pelayanan administrasi,
2. Denda, dan
3. Pencabutan izin.

Sanksi penghentian sementara pelayanan administrasi, dikenakan apabila melanggar ketentuan kewajiban butir 1 s/d 12 atau ketentuan larangan butir 6, dan 7.

Sanksi denda, dikenakan apabila melanggar ketentuan kewajiban butir 13, atau atas kelalaiannya menyebabkab kematian satwa, yang pengenaannya dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Sanksi pencabutan izin, dikenakan apabila melanggar ketentuan larangan butir 1, 2, 3, 4 atau 5.Pengenaan sanksi tersebut dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) atas nama Menteri Kehutanan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. Peringatan tertulis dilakukan berdasarkan evaluasi atau hasil pemeriksaan Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal PHKA.

Hapusnya Izin Lembaga Konservasi
Izin Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa liar menjadi hapus, apabila :

1. Jangka waktu izin yang diberikan telah berakhir dan tidak diperpanjang,
2. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada pemerintah sebelum jangka waktu izin yang diberikan berakhir,
3. Dicabut oleh Menteri Kehutanan sebagai sanksi pelanggaran.

Dengan hapusnya izin Lambaga Konservasi, jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi yang dikelola, wajib dikembalikan kepada negara. Pengembalian jenis tumbuhan dan satwa dapat dilakukan kepada Lembaga Konservasi yang ada dengan persetujuan Menteri Kehutanan.

Ketentuan Peralihan
Kebun Binatang, Taman Safari, Taman Satwa, Taman Satwa khusus, Pusat Latihan Satwa Khusus, Pusat Penyelamatan Satwa, Pusat Rehabilitasi Satwa, Museum Zoologi, Kebun Botani, Taman Tumbuhan Khusus, dan Herbarium, yang telah ada sebelum ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut -II/2006 tanggal 17 Juli 2006 tentang Lembaga Konservasi wajib mendaftarkan sebagai Lembaga Konservasi.
Pendaftaran sebagai Lembaga Konservasi dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri tersebut.
Permohonan pendaftaran diajukan kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, dilengkapi dengan :

1. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tumbuhan dan Satwa,
2. Rekomendasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

Ketentuan tentang Lembaga Konservasi diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2006 tanggal 17 Juli 2006 tentang Lembaga Konservasi.(A019)

spacer

Penangkaran Penyu di Sukabumi Dijadikan Obyek Wisata


SUKABUMI, JUMAT - Tempat penangkaran penyu di Pantai Pangumbahan, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, akan dijadikan obyek wisata.

"Kawasan telur penyu tersebut nantinya akan dijadikan sebagai lokasi wisata pendidikan, sehingga diharapkan dapat melindungi satwa penyu dari kepunahan," kata Bupati Sukabumi, Sukmawijaya kepada wartawan, Jumat (26/9).

Menurut dia, pihaknya kini tengah mengupayakan pemagaran permanen agar lokasi tempat bertelur penyu di Pantai Pangumbahan tidak dirusak warga dan telurnya tidak dicuri oleh warga sekitar.

"Saat ini kami juga tengah mendalami permintaan dari pemilik lama, CV Daya Bakti yang mengklaim asetnya hingga Rp5 miliar. Atas tuntutan tersebut Pemkab Sukabumi sedang menghitung kembali aset pemilik lama dan mengupayakan sejumlah anggarannya," katanya.

Hal senada juga dikatakan Kasubdit Konservasi Laut Kawasan Perairan dan Taman Nasional Laut di Direktorat Jendral, Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Agus Dermawan, beberapa waktu lalu. Ia mengatakan bahwa lokasi bertelurnya penyu bisa dijadikan sebagai tempat wisata pendidikan.

"Pengalihan status ini akan memberikan manfaat ganda, yakni bisa melindungi keberadaan penyu dan mendatangkan pendapatan bagi pemerintah daerah serta masyarakat sekitar pantai pendaratan penyu. Masyarakat sekitar bisa membuat cendera mata dan bisa dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut," katanya.

Pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengelola kawasan pendaratan penyu seperti di Kabupaten Sukabumi. Agus mengungkapkan, di Indonesia sendiri terdapat 143 tempat habitat penyu untuk bertelur, namun sekitar 50 persen di antaranya sudah menyusut akibat tidak diperhatikan.

"Saat ini keberadaan penyu makin menyusut hingga 80 persen jika dibandingkan dengan 50 tahun yang lalu. Jika telur penyu terus diambil maka proses regenerasi akan terputus dan populasi penyu semakin terkikis," ungkap Agus.(A019)

spacer

Daftar Flora Identitas Provinsi di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berikut ini adalah Daftar Flora Identitas Provinsi di Indonesia berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989 tentang identitas flora masing-masing provinsi:

* DI Aceh (sekarang Nanggroe Aceh Darussalam) - Bunga Jeumpa (Michelia champaca)[1]

* Sumatera Utara - Kenanga (Cananga odorata)[2]

* Sumatera Barat - Pohon Andalas(Morus macroura)[3]

* Riau - Nibung (Oncosperma tigillarium)[4]

* Kepulauan Riau - Sirih(Piper betle)[5]

* Jambi - Pinang Merah (Cyrtostachys renda)[6]

* Sumatera Selatan - Duku (Lansium domesticum)[7]

* Bengkulu - Suweg Raksasa (Amorphophallus titanum)[8]


* Bangka Belitung - Nagasari (Palaquium rostratum)[9]

* Lampung - Bunga Ashar (Mirabilis jalapa)[10]

* Banten - Kokoleceran (Vatica bantamensis)[11]

* DKI Jakarta - Salak Condet (Salacca edulis)[12]

* Jawa Barat - Gandaria (Bouea macrophylla)[13]

* Jawa Tengah - Kantil (Michelia alba)[14]

* DI Yogyakarta - Kepel (Stelechocarpus burahol)[15]

* Jawa Timur - Sedap Malam (Polyanthes tuberosa)[16]

* Kalimantan Barat - Tengkawang Tungkul (Shorea stenoptera)[17]

* Kalimantan Selatan - Kasturi (Mangifera casturi)[18]

* Kalimantan Tengah - Tenggaring (Nephelium lappaceum)[19]

* Kalimantan Timur - Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)[20]

* Sulawesi Utara - Longusei (Ficus minahasae)[21]

* Gorontalo - Gofasa, Gupasa (Vitex cofassus)[22]

* Sulawesi Tengah - Eboni (Diospyros celebica)[23]

* Sulawesi Tenggara - Anggrek Serat (Dendrobium utile)[24]

* Sulawesi Barat - Cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis)[25]

* Sulawesi Selatan - Lontar (Borassus flabellifer)[26]

* Bali - Majegau (Dysoxylum densiflorum)[27]

* Nusa Tenggara Barat - Ajan Kelicung (Diospyros macrophylla)[28]

* Nusa Tenggara Timur - Cendana (Santalum album)[29]

* Maluku - Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis)[30]

* Maluku Utara - Cengkeh (Syzygium aromaticum)[31]

* Irian Jaya Barat - Matoa (Pometia pinnata)[32]

* Papua - Buah merah (Pandanus conoideus)[33]

* Bekas provinsi Timor Timur (Timor Leste) - Ampupu (Eucalyptus urophylla)(A019)


spacer

Keanekaragaman Satwa di Indonesia

Keanekaragaman satwa di Indonesia terkenal sangat kaya. Hal ini berkaitan dengan keadaan tanah, letak geografis, iklim yang mendukung. Juga keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sebagai habitatnya, mendukung kekayaan keanekaragaman satwa ini.



Perusakan hutan, polusi air, polusi udara, dan lain-lain kegiatan yang beratasnama pembangunan itu, mengakibatkan sejumlah jenis satwa terancam keberadaannya, menjadi langka, dan perlu dilindungi (endangered).

Untuk menghindari kepunahan jenis satwa, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hingga saat ini jenis satwa yang dilindungi UU :

100 jenis mamalia
246 jenis burung
29 jenis reptilia
6 jenis ikan air tawar
20 jenis kupu-kupu
15 jenis vertebrata laut
(A019)

spacer
spacer
spacer
spacer
spacer

Konsep Keanekaragaman Hayati

Pada dasarnya tidak ada dua makhluk hidup yang sama persis. Coba anda perhatikan anak kembar atau wajah teman-teman anda. Adakah yang sama persis? Setiap makhluk hidup mempunyai sifat yang dapat sama atau berbeda dengan makhluk hidup lainya. Adanya perbedaan di antara makhluk hidup inilah yang memunculkan keanekaragamann.
Bagaimana cara kita mengenal dan mempelajari makhluk hidup yang beranka ragam tersebut?

Makhluk hidup di bumi ini jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam. Berbagai jenis makhluk hidup dapat menempati habitat yang sama. Misalnya belalang, burung , ular, ulat, tanaman padi, rerumputan, dan tanaman palawija semuanya hidu di sawah.
Namun dari keanekargaman yang ada , pasti terdapat keseragaman sifat dari makhluk hidup, meskipun hanya sedikit. Kesergaman inilah yang kemudian menjadi dasar pengelompokkan makhluk hidup. Pengelompokkan (klasifikasi) tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan kita mengenali makhluk hidup.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keluruhan variasi gen , spesies, dan ekosistem di suatu daerah. Penyebab keanekaragaman hayati ad 2 faktor : yaitu faktor genetik dan faktor luar. Factor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi (fenotip)oraganisme.(A019)


spacer

Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar

Pengertian
Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Penangkaran tumbuhan dan satwa liar berbentuk :

1. Pengembangbiakan satwa,
2. Pembesaran satwa, yang merupakan pembesaran anakan dari telur yang diambil dari habitat alam yang ditetaskan di dalam lingkungan terkontrol dan atau dari anakan yang diambil dari alam (ranching/rearing),
3. Perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol (artificial propagation).


Pengembangbiakan satwa adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Pembesaran satwa adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan pemeliharaan dan pembesaran anakan atau penetasan telur satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Perbanyakan tumbuhan (artificial propagation) adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan cara memperbanyak dan menumbuhkan tumbuhan di dalam kondisi yang terkontrol dari material seperti biji, potongan (stek), pemencaran rumput, kultur jaringan, dan spora dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.

Tujuan Penangkaran
Tujuan penangkaran adalah untuk :

1. Mendapatkan spesimen tumbuhan dan satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam,
2. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan spesimen tumbuhan atau satwa liar yang dinyatakan berasal dari kegiatan penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan penangkaran tumbuhan dan satwa liar mencakup ketentuan-ketentuan mengenai kegiatan penangkaran, administrasi penangkaran dan pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran tumbuhan dan satwa liar baik jenis yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, kecuali jenis :

* ANOA
* BABI RUSA
* BADAK JAWA
* BADAK SUMATERA
* BIAWAK KOMODO
* CENDERAWASIH
* ELANG JAWA, GARUDA
* HARIMAU SUMATERA
* LUTUNG MENTAWAI
* ORANG UTAN
* OWA JAWA
* TUMBUHAN JENIS RAFLESIA

Pengadaan Induk dan Legalitas Asal Induk
Induk satwa untuk keperluan penangkaran, dapat diperoleh dari :

* Penangkapan satwa dari alam,
* Sumber-sumber lain yang sah meliputi : hasil penangkaran, Luar Negeri, rampasan, penyerahan dari masyarakat, temuan dan dari Lembaga Konservasi.

Pengadaan induk penangkaran :

1. Pengadaan induk dari penangkapan dari alam, diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan.
2. Pengadaan induk dari hasil penangkaran :
1. Pengadaan induk penangkaran dari hasil penangkaran generasi pertama (F1) untuk jenis yang dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES dilakukan dengan izin dari Menteri Kehutanan.
2. Untuk generasi kedua (F2) dan generasi berikutnya untuk jenis yang dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES, dilakukan dengan izin dari Direktur Jenderal PHKA.
3. Untuk jenis yang tidak dilindungi dan atau termasuk Appendix II, III dan atau Non Appendix CITES, dilakukan dengan izin Kepala Balai KSDA.
3. Pengadaan induk penangkaran dari luar negeri :
1. Pengadaan induk penangkaran dari luar negeri wajib dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN Impor) dan bagi jenis yang termasuk dalam Appendix CITES, SATS-LN Ekspor dari negara pengekspor.
2. Induk penangkaran yang berasal dari luar negeri dan yang termasuk dalam Appendix I CITES harus berasal dari unit usaha penangkaran di luar negeri yang telah terdaftar pada Skretariat CITES sebagai penangkar jenis Appendix I CITES untuk kepentingan komersial.
4. Pengadaan induk penangkaran yang berasal dari hasil rampasan, penyerahan dari masyarakat atau temuan, hanya dapat dilakukan bagi spesimen yang telah ditempatkan dan diseleksi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) dan atau di tempat penampungan Balai KSDA.

Induk penangkaran tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam (W) dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Induk penangkaran satwa liar generasi pertama (F1) hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Spesimen induk satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam, dan atau hasil penangkaran generasi pertama (F1) satwa liar yang dilindungi, tidak dapat diperjualbelikan dan wajib diserahkan kepada negara apabila sewaktu-waktu diperlukan.

Pelaksanaan Penangkaran
Dalam rangka menjamin kemudahan kontrol hasil penangkaran, maka setiap anakan harus dipisahkan dari induk-induknya. Pemisahan anakan dari induk harus dapat dilakukan untuk membedakan antar generasi dimana generasi pertama (F1) harus dapat dibedakan dengan generasi-generasi berikutnya. Dalam rangka menjaga kemurnian jenis satwa liar, unit penangkaran dilarang melakukan pengembangbiakan silang (hibrida) baik antar jenis maupun antar anak jenis, bagi jenis-jenis yang dilindungi yang bersasal dari habitat alam. Hal ini dikecualikan untuk mendukung pengembangan budidaya peternakan atau perikanan. Untuk menjaga keanekaragaman genetik jenis satwa, penangkaran satwa dilakukan dengan jumlah paling sedikit dua pasang atau bagi jenis-jenis satwa yang poligamous minimal dua ekor jantan. Dan dilakukan dengan menghindari penggunaan induk-induk satwa yang mempunyai hubungan kerabat atau pasangan yang berasal dari satu garius keturunan.

Penandaan dan Sertifikasi
Pelaksana penangkaran wajib melakukan penandaan dan sertifikasi terhadap indukan maupun hasil penangkarannya. Penandaan pada hasil penangkaran merupakan pemberian tanda yang bersifat permanen pada bagian tumbuhan maupun satwa dengan menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan huruf. Penandaan bertujuan untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil penangkaran dengan spesimen dari alam. Untuk memudahkan penelusuran asal usul (tracking) spesimen tumbuhan atau satwa, penandaan dilengkapi dengan sertifikat. Bagi jenis-jenis yang karena sifat fisiknya tidak memungkinkan untuk diberi tanda hanya dilakukan pemberian sertifikat. Dalam rangka perdagangan luar negeri, unit penangkaran jenis-jenis Appendix I CITES, yang dilakukan melalui kegiatan pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol (captive breeding) dan perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial propagation), wajib diregister pada sekretariat CITES. Registrasi hanya dapat diajukan oleh unit penangkaran yang telah memenuhi standar kualifikasi penangkaran.

Diolah seperlunya dari :Pengembangbiakan satwa adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Pembesaran satwa adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan pemeliharaan dan pembesaran anakan atau penetasan telur satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Perbanyakan tumbuhan (artificial propagation) adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan cara memperbanyak dan menumbuhkan tumbuhan di dalam kondisi yang terkontrol dari material seperti biji, potongan (stek), pemencaran rumput, kultur jaringan, dan spora dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.

Tujuan Penangkaran
Tujuan penangkaran adalah untuk :

1. Mendapatkan spesimen tumbuhan dan satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam,
2. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan spesimen tumbuhan atau satwa liar yang dinyatakan berasal dari kegiatan penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan penangkaran tumbuhan dan satwa liar mencakup ketentuan-ketentuan mengenai kegiatan penangkaran, administrasi penangkaran dan pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran tumbuhan dan satwa liar baik jenis yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, kecuali jenis :

* ANOA
* BABI RUSA
* BADAK JAWA
* BADAK SUMATERA
* BIAWAK KOMODO
* CENDERAWASIH
* ELANG JAWA, GARUDA
* HARIMAU SUMATERA
* LUTUNG MENTAWAI
* ORANG UTAN
* OWA JAWA
* TUMBUHAN JENIS RAFLESIA

Pengadaan Induk dan Legalitas Asal Induk
Induk satwa untuk keperluan penangkaran, dapat diperoleh dari :

* Penangkapan satwa dari alam,
* Sumber-sumber lain yang sah meliputi : hasil penangkaran, Luar Negeri, rampasan, penyerahan dari masyarakat, temuan dan dari Lembaga Konservasi.

Pengadaan induk penangkaran :

1. Pengadaan induk dari penangkapan dari alam, diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan.
2. Pengadaan induk dari hasil penangkaran :
1. Pengadaan induk penangkaran dari hasil penangkaran generasi pertama (F1) untuk jenis yang dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES dilakukan dengan izin dari Menteri Kehutanan.
2. Untuk generasi kedua (F2) dan generasi berikutnya untuk jenis yang dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES, dilakukan dengan izin dari Direktur Jenderal PHKA.
3. Untuk jenis yang tidak dilindungi dan atau termasuk Appendix II, III dan atau Non Appendix CITES, dilakukan dengan izin Kepala Balai KSDA.
3. Pengadaan induk penangkaran dari luar negeri :
1. Pengadaan induk penangkaran dari luar negeri wajib dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN Impor) dan bagi jenis yang termasuk dalam Appendix CITES, SATS-LN Ekspor dari negara pengekspor.
2. Induk penangkaran yang berasal dari luar negeri dan yang termasuk dalam Appendix I CITES harus berasal dari unit usaha penangkaran di luar negeri yang telah terdaftar pada Skretariat CITES sebagai penangkar jenis Appendix I CITES untuk kepentingan komersial.
4. Pengadaan induk penangkaran yang berasal dari hasil rampasan, penyerahan dari masyarakat atau temuan, hanya dapat dilakukan bagi spesimen yang telah ditempatkan dan diseleksi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) dan atau di tempat penampungan Balai KSDA.

Induk penangkaran tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam (W) dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Induk penangkaran satwa liar generasi pertama (F1) hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi dinyatakan sebagai milik negara dan merupakan titipan negara. Spesimen induk satwa liar yang dilindungi yang berasal dari habitat alam, dan atau hasil penangkaran generasi pertama (F1) satwa liar yang dilindungi, tidak dapat diperjualbelikan dan wajib diserahkan kepada negara apabila sewaktu-waktu diperlukan.

Pelaksanaan Penangkaran
Dalam rangka menjamin kemudahan kontrol hasil penangkaran, maka setiap anakan harus dipisahkan dari induk-induknya. Pemisahan anakan dari induk harus dapat dilakukan untuk membedakan antar generasi dimana generasi pertama (F1) harus dapat dibedakan dengan generasi-generasi berikutnya. Dalam rangka menjaga kemurnian jenis satwa liar, unit penangkaran dilarang melakukan pengembangbiakan silang (hibrida) baik antar jenis maupun antar anak jenis, bagi jenis-jenis yang dilindungi yang bersasal dari habitat alam. Hal ini dikecualikan untuk mendukung pengembangan budidaya peternakan atau perikanan. Untuk menjaga keanekaragaman genetik jenis satwa, penangkaran satwa dilakukan dengan jumlah paling sedikit dua pasang atau bagi jenis-jenis satwa yang poligamous minimal dua ekor jantan. Dan dilakukan dengan menghindari penggunaan induk-induk satwa yang mempunyai hubungan kerabat atau pasangan yang berasal dari satu garius keturunan.

Penandaan dan Sertifikasi
Pelaksana penangkaran wajib melakukan penandaan dan sertifikasi terhadap indukan maupun hasil penangkarannya. Penandaan pada hasil penangkaran merupakan pemberian tanda yang bersifat permanen pada bagian tumbuhan maupun satwa dengan menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan huruf. Penandaan bertujuan untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil penangkaran dengan spesimen dari alam. Untuk memudahkan penelusuran asal usul (tracking) spesimen tumbuhan atau satwa, penandaan dilengkapi dengan sertifikat. Bagi jenis-jenis yang karena sifat fisiknya tidak memungkinkan untuk diberi tanda hanya dilakukan pemberian sertifikat. Dalam rangka perdagangan luar negeri, unit penangkaran jenis-jenis Appendix I CITES, yang dilakukan melalui kegiatan pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol (captive breeding) dan perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial propagation), wajib diregister pada sekretariat CITES. Registrasi hanya dapat diajukan oleh unit penangkaran yang telah memenuhi standar kualifikasi penangkaran.
(A019)
Diolah seperlunya dari: http://www.ksda-bali.go.id/
spacer

Alam Indonesia

Alam Indonesia sangat kaya akan keberagaman flora dan fauna.Berbagai jenis hewan misalnya harimau, babi rusa, merak, dan aneka primata dapat hidup dan berkembang biak. Begitu pula dengan berbagai jenis flora seperti anggrek hitam, bunga Raflesia, dan pohon jati timbuh subur di hutan-hutan Indonesia

Keanekaragaman makhluk hidup dikenal dengan keanekaragaman hayati. Akan tetapi, saat ini keanekaragaman hayati di Indonesia mulai terancam. Bagaimanakah sebenarnya konsep keanekaragaman hayati itu? Apa saja yang mempengaruhi keanekaragaman hayati dan bagaimana cara melestarikannya?
(A019)

spacer

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.

Jenis keanekaragaman hayati

* Keanekaragaman genetik (genetic diversity); Jumlah total informasi genetik yang terkandung di dalam individu tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang mendiami bumi.
* Keanekaragaman spesies (species diversity); Keaneraragaman organisme hidup di bumi (diperkirakan berjumlah 5 - 50 juta), hanya 1,4 juta yang baru dipelajari.
* Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity); Keanekaragaman habitat, komunitas biotik dan proses ekologi di biosfer.
(A019)
Disunting dari http://id.wikipedia.org/wiki/Keanekaragaman_hayati

spacer